BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) yang cepat memberikan pengaruh pada pola kehidupan
manusia. Bagaimanapun tidak dapat dipungkiri bahwasannya sebagian besar aspek
kehidupan manusia telah memanfaatkan teknologi. Bioteknologi adalah salah satu
jenis teknologi yang sedang berkembang pesat saat ini. Bioteknologi menjadi
salah satu kebutuhan bagi kehidupan manusia dan memberikan manfaat yang sangat
besar. Salah satu manfaat dari bioteknologi yang dapat dirasakan oleh manusia
adalah penggunaan bioteknologi dalam industri pangan.Bioteknologi secara
sederhana sudah dikenal manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh
sederhana, di bidang industri pangan adalah pembuatan roti, bir, tempe dan keju
yang sudah dikenal sejak abad ke-19. Bioteknologi saat ini semakin berkembang
dan bervariasi. Hal ini merupakan sebuah potensi yang dapat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup bagi manusia. Secara tidak langsung bioteknologi dapat
membantu meningkatkan kesejahteraan hidup manusia juga. Akan tetapi, perlu kita
sadari bahwa perkembangan bioteknologi yang bervariasi ini belum dapat menjamin
peningkatan kesejahteraan hidup manusia. Karena masih banyak masyarakat yang
tingkat perekonomiannya rendah sehingga penggunaan bioteknologi belum dapat
dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.Namun demikian, banyaknya penggunaan
hasil-hasil bioteknologi belum diimbangi dengan pengetahuan masyarakat tentang
pengertian dari bioteknologi. Jadi masyarakat hanya memanfaatkan hasil-hasil
dari bioteknologi tanpa mengetahui secara pasti apa itu bioteknologi.Bergerak
dari hal-hal tersebut di atas maka melalui makalah ini kami menyusun makalah
dengan judul bioteknologi dan konservasi.
Pengetahuan tentang sejarah dan terminologi, prinsip dasar dan tipe-tipe
kultur jaringan akan mendasari pemahaman mahasiswa tentang berbagai konsep
lanjut yang berhubungan dengan aplikasi kultur jaringan untuk beberapa tujuan
tertentu misalnya perbanyakan tanaman secara cepat dan efisien, produksi
metabolit sekunder dan sebagainya.
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838
ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan
bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi
tanaman lengkap.
B. Rumusan Masalah.
Sehubungan dengan latar
belakang masalah di atas, rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian dari bioteknologi dan konservasi serta jenis-jenis bioteknologi dan
konservasi?
2. Apakah yang dimaksud dengan rekayasa genetika dan teknologi DNA?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk memahami perkembangan teknologi kultur jaringan tanaman ditinjau dari
perspektif sejarahnya dan dapat menggunakan secara tepat beberapa terminologi
penting dari teknologi ini.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH PERKEMBANGAN KULTUR JARINGAN
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838
ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan
bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi
tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi
Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat
diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan
manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun usaha
Haberlandt menerapakan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami
kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil
mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro.
Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman
secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934, yakni
melalui kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt,
dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro.
Setelah Perang Dunia II, perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan
menghasilkan berbagai penelitian yang memiliki arti penting bagi dunia
pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang telah dipublikasikan.
Pada
awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada di belakang teknik
kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya penemuan hormon tanaman
(zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin IAA pada tahun 1934 oleh Kögl dan
Haagen-Smith telah membuka peluang yang besar bagi kemajuan kultur jaringan
tanaman. Kemajuan ini semakain pesat
setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin) pada tahun 1955 oleh Miller dan
koleganya. Pada tahun1957, Skoog dan Miller mempublikasikan suatu tulisan
”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara auksin dan sitokinin
berpengaruh menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik di dalam
tanaman. Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada tanaman tembakau mengungkapkan
bahwa rasio yang tinggi antara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi
morfogenesis akar, sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis
pucuk. Namun pola yang demikian ternyata tidak berlaku secara universal untuk
semua spesis tanaman.
Ditemukannya prosedur perbanyakan secara in vitro pada tanaman anggrek Cymbidium
1960 oleh Morel, serta diformulasikannya komposisi medium dengan konsentrasi
garam mineral yang tinggi oleh Murashige dan Skoog pada tahun 1962, semakin
merangsang perkembangan aplikasi teknik kultur jaringan pada berbagai spesies
tanaman. Perkembangan yang pesat pertama kali dimulai di Perancis dan Amerika,
kemudian teknik inipun di kembangkan di banyak negara, termasuk Indonesia,
dengan prioritas aplikasi pada sejumlah tanaman yang memiliki arti penting bagi
masing-masing negara.
Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir telah memberi
sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani,
biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena kultur
jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang
pertanian, pemuliaan tanaman dan sebagainya maka dapat dipastikan junlah
penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa-masa
mendatang. Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah
perkembangan kultur jaringan hingga dekade 1980 an sebagai berikut;
1892 Ditemukan fenomena sintesis senyawa-senyawa pembentuk organ yang
didistribusikan secara polar di dalam tanaman.
1902
Usaha perrtama aplikasi kultur jaringan tanaman.
1904 Usaha pertama aplikasi kuktur embrio sejumlah
tanaman Cruciferae
1909 Fusi protoplas tanaman,
namun produk yang dihasilkan mengalami kegagalan untuk hidup.
1922 Perkecambahan in vitro
biji anggrek secara asimbiosis.
1922 Kultur in vitro ujung akar
1925 Aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum
hasil silang antar spesies
1929 Kultur embrio Linum untuk menghindari
inkompatibilitas persilangan
1934 Kultur in vitro jaringan kambium dari
sejumlah tanaman pohon dan perdu mengalami kegagalan karena tidak adanya
ketrelibatan auksin
1934 Keberhasilan kultur akar tanaman tomat.
1936 Kultur embrio sejumlah tanaman Gymnospermae
1939 Keberhasilan menumbuhkan kultur kalus secara
kontinu
1940 Kultur in vitro jaringan kambium dari
tanaman Ulmus untuk mempelajari pembantukan tunas adventif
1941 Air kelapa (Yang mengandung faktor pembelahan
sel) untuk pertama kalinya digunakan pada kultur embrio tanaman Datura
1941 Kultur in vitro jaringan tumor crown-gall
1944 Untuk pertama kalinya kultur in vitro
tembakau digunakan pada penelitian pembantukan tunas adventif
1945 Budi daya potongan tunas tanaman Asparagus
secara in vitro
1946 Untuk pertama kalinya diperoleh tanaman Lupinus
dan Tropaelum dari kultur pucuk
1948 Pembentukan akar dan tunas adventif tanaman
tembakau ditentukan oleh rasio auksin : adenin
1950 Regenerasi organ tanaman dari jaringan kalus Sequoia
sempervirens.
1952 Aplikasi sambung mikro (micrografiting)
untuk pertama kalinya
1953 Produksi kalus haploid tanaman Ginkgo biloba
dari kultur serbuk sari
1954 Pengkajian terhadap perubahan-perubahan kariologi
dan sifat-sifat kromosom pada kultur endosperm tanaman jagung
1955 Penemuan kinetin, yaitu suatu hormon perangsang
pembelahan sel.
1956 Realisasi pertumbuhan kultur di dalam sistem
multiliter untuk menghasilkan metabolit sekunder.
1957 Ditemukannya pengaturan pembentukan organ (akar
dan pucuk) dengan mengubah rasio antara auksin dan sitokinin
1958 Regenerasi embrio somatik secara in vitro
dari jaringan nuselus tanaman Citrus ovules
1958 Regenerasi proembrio dari
massa kalus dan suspensi sel tanaman wortel
1959 Publikasi buku pegangan
mengenai kultur jaringan tanaman untuk pertama kali
1960 Keberhasilan pembuahan in
vitro pada Papaver rhoeas untuk pertama kalinya
1960 Degradasi dinding sel
secara enzimatik untuk memperoleh protoplas dalam jumlah besar.
1960 Perbanyakan vegetatif tanaman anggrek melalui
kultur meristem
1960 Filtrasi suspensi sel dan
isolasi sel tunggal
1962 Pengembangan medium dasar Murashige dan Skoog
(MS)
1964 Produksi tanaman Datura haploid dari kultur
serbuk sari untuk pertama kalinya
1964 Regenerasi tunas dan akar pada jaringan kalus
tanaman Populus tremuloides
1965 Induksi pembungaan secara in vitro pada
tanaman tembakau
1965 Diferensiasi tanaman tembakau dari isolasi sel
tunggal pada kultur mikro
1967 Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua
dengan vernalisasi secara in vitro
1967 Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk sari
tanaman tembakau (Nicotiana tabacum).
1969 Analisis kariologi tanaman yang diregenerasikan
dari kultur kalus tembakau.
1969 Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur
suspensi Haplopappus gracilis untuk pertama kalinya
1970 Seleksi mutan biokimia secara in vitro
1970 Pemanfaatan kultur embrio untuk menghasilkan
barley monoploid
1970 Keberhasilan peleburan protoplas untuk pertama
kalinya
1971 Keberhasilan regenerasi tanaman dari kultur
protoplas untuk pertama kalinya.
1972 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan
protoplas pada dua spesies Nicotiana
1973 Sitokinin diketahui mampu memecahkan dormansi
pada eksplan jaringan kapitulum tanaman Gerbera
1974 Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin pada
eksplan tunas tanaman Gerbera.
1974 Regenerasi Petunia hybrida haploid dari
kultur protoplas.
1974 Diketahui bahwa peleburan protoplas haploid dapat
dilakukan sehingga mendukung hibridisasi
1974 Biotransformasi pada kultur jaringan tanaman
1974 Penemuan Ti-plasmid pada Agrobacterium
sebagai senyawa penginduksi pembentukan tumor
1975 Seleksi positif terhadap kultur kalus tanaman
jagung yang resisten terhadap Helminthosporium maydis.
1976 Inisiasi pucuk dari eksplan tunas tanaman anyelir
yang berasal dari penyimpanan pada suhu rendah (kreopreservasi).
1976 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan
protoplas pada tanaman Petunia hybrida dan P. Parodii.
1976 Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin
diketahui dikontrol secara genetis oleh Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
1977 Keberhasilan integrasi DNA Ti-plasmid dari Agrobacterium
tumefaciens pada tanaman
1978 Hibridisasi somatik tomat dan kentang
1979 Pengembangan prosedur co-cultivation untuk
teransformasi protoplas tanaman dengan Agrobacterium
1980 Pemanfaatan sel untuk biotransformasi digitoksin
menjadidigoksin
1981 Pengenalan istilah variasi somaklon atau
keragaman somaklon
1981 Isolasi auksotrop melalui skrining berskala besar
terhadap koloni sel yang diperoleh dari protoplas haploid tanaman Nicotiana
plumbaginifolia dengan perlakuan mutagen.
1982 Protoplas dapat bergabung dengan DNA telanjang
sehingga memungkinkan untuk dilakukannya transformasi dengan isolasi DNA.
1983 Hibidisasi sitoplasma
antargenus pada tanaman bit dan Brassica napus
1984 Transformasi sel tanaman
dengan DNA plasmid
1985 Infeksi dan transformasi
potongan daun dengan Agrobacterium tumefaciens dan regenerasi tanaman
yang mengalami transformasi
Sejak tahun 1980-an sampai sekarang, teknik kultur jaringan tanaman sudah
berkembang sangat pesat di seluruh penjuru dunia sehingga sulit untuk dipantau.
Terlebih lagi, banyak terobosan yang memiliki nilai komersial tinggi yang
diciptakan oleh institusi-institusi riset pada berbagai perusahaan besar yang
tidak dipublikasikan. Pemanfaatan yang nyata dari teknik tersebut, disamping
untuk perbanyakan tanaman, juga di bidang rekayasa genetika (genetic
engineering) untuk perbaikan mutu genetika tanaman pertanian. Sudah banyak varietas, bahkan spesies baru yang diciptakan melalui
teknik fusi protoplas. Demikian pula dengan aplikasi teknik tersebut pada
eliminasi penyakit, terutama penyakit virus dan produksi metabolit sekunder
dengan bantuan Agrobacterium sudah menjadi teknik yang rutin dilakukan
oleh para pakar di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Hanya saja
aplikasi teknik kultur jaringan untuk pelestarian plasma nutfah tampaknya masih
harus menempuh perjalanan panjang untuk sampai pada sasaran yang diharapkan.
B. TERMINOLOGI
Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu
istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang
umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in
vitro yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas.
Pemahaman terhadap istilah-istilah yang sering digunakan dalam kultur in
vitro merupakan suatu hal yang sangat mendasar. Istilah-istilah yang sering
digunakan dalam kultur jaringan adalah sebagai berikut;
1. Bahan tanam yang digunakan dalam kultur jaringan biasanya disebut dengan
eksplan.
2. Kalus; a) suatu jaringan yang tersusun oleh sel-sel terdediferensiasi
yang umumnya dihasilkan oleh jaringan yang luka atau kultur jaringan pada media
yang berisi auksin tertentu, atau b) pertumbuhan aktif massa sel yang belum dan
terdiferensiasi dan tidak terorganisir yang berkembang dari jaringan luka atau
kultur jaringan yang ditanam pada media dengan tambahan zat pengatur tumbuh.
3. Dalam kultur jaringan sering dilakukan pemindahan eksplan dari media I
(untuk induksi kalus) ke media II (media untuk induksi organ tunas dan akar).
Pemindahan eksplan dari media satu ke media lain (baik jenis medianya sama atau
lain) dikenal dengan istilah sub kultur.
4.
Setiap masa
inkubasi disebut passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama dari
jaringan yang terbentuk dari eksplan awal.
5. Bahan yang diambil pada setiap sub kultur disebut inokulum.
6. Kultur asenik adalah kultur dengan hanya satu macam organisme yang
diinginkan.
7. Eksplan yang ditanam pada media tumbuh yang tepat, dapat beregenerasi
melalui proses yang disebut organogenesis atau embriogenesis. Oraganogenesis
adalah proses terbentuknya organ-organ seperti pucuk dan akar.
8. Pucuk yang terbentuk pada tempat yang ukan jaringan asalnya (origin)
yang biasa disebut pucuk adventif. Seperti pucuk yang terbentuk dari kalus,
hipokotil, kotiledon, dan akar.
9.
Embriogenesis adalah proses terbentuknya embrio
somatik
10. Embrio somatik (nonzygotic embryo) adalah embrio yang bukan berasal dari
zigot, tetapi dari sel tubuh tanaman.
11. Bila embrio terbentuk dari kultur anther atau mikrospora disebut
androgenesis, bila berasal dari ovari yang belum mengalami fertilisasi
disebutgynogenesis.
12. Anakan tanaman yang telah lengkap memiliki organ daun, batang dan akar
hasil kultur jaringan disebut planlet (plantula).
13. Plantula yang akan dipindah ke lapangan dan diperlakukan sebagai bibit,
harus mengalami masa adaptasi dari kultur heterotropik menjadi kultur
autotropik. Masa adaptasi plantula disebut dengan aklimatisasi.
14. Pucuk-pucuk yang terbantuk dari jaringan kalus, terutama yang sudah
mengalami sub kultur, dapat bervariasi. Variasi-variasi ini disebut variasi
somaklonal. Penyebab variasi ini belum diketahui dengan pasti, ada kemungkinan
variasi ini sudah ada dalam eksplan asal karena sifat kromosom mosaik dalam
sel-sel somatik ataupun terjadi akibat lingkungan di dalam kultur.
15. Salah satu variasi yang terjadi adalah tanaman yang aneuploid yaitu
tanaman yang jumlah kromosommya 2n-1 atau 2n+1.
16. Sel-sel dalam kalus atau sel-sel dari jaringan daun siisolasi dengan
perlakukan enzim meupakan bahan untuk memperoleh protoplasma.
Protoplasma-protoplasma diperoleh dengan menghilangkan dinding sel dengan
bantuan enzim-enzim cellulase, hemicellulase dan pektinase. Propoplasma
kemudian dapat ”dipaksa” untuk saling menempel dan bersatu membentuk suatu fusi
sel. Proses ini merupakan bidang pemulaiaan yang disebut hibridisasi genetik.
17. Hasil gabungan dua atau lebih protoplasma yang berbeda jenis dengan
inti-intinya dikenal dengan istilah heterokarion.
18. Bila hanya sitoplasma yang bergabung maka disebut cybrid.
C. Prinsip Dasar
Kultur jaringan sesuai dengan definisinya sebagai teknik budidaya sel,
jaringan, dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam
keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme, mengandung dua prinsip dasar yang
jelas yaitu; 1) Bahan tanam yang bersifat totipoten dan 2) budi daya yang
terkendali.
1) Bahan tanam yang bersifat totipotensi.
Konsep dasar ini adalah mutlak dalam pelaksanaan kegiatan kultur
jaringan karena hanya dengan sifat totipotensi ini, sel, jaringan, organ yang
digunakan akan mapu tumbuh dan berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in
vitro yang dilakukan. Umumnya sifat totipotensi lebih banyak dimiliki oleh
bagian tanaman yang masih juvenil, muda, dan banyak dijumpai pada
daerah-daerah meristem tanaman. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagian tanaman
yang sudah dewasa bila mendapat lingkungan yang cocok akan bertotipotensi
sehingga mampu tumbuh dan berkembang. Pada keadaan tersebut bisa terjadi karena
pada keadaan in vitro tanaman mampu melakukan aktifitas dediferensiasi
yaitu proses perkembangan balik dari bagian dewasa tanaman menjadi sekolompok
sel yang terus menerus membelah (disebut kalus) atau bisa pula menjadi zigot.
Selain itu juga dapat terjadi rediferensiasi yaitu proses tumbuh dan
berkembangnya kembali kalus atau zigot tersebut tumbuh dan berkembang membentuk
spesialisasi ke arah terbentuknya akar, daun atau tunas hingga menjadi tanaman
lengkap.
Kondisi totipotensi bahan tanam antara satu tanaman dengan tanaman yang
lain sangat berbeda, bahkan perbedaan juga mungkin terjadi pada satu tanaman
yang sejenis. Perbedaan dalam hal cara, waktu dan musim pengambilan bahan tanam
juga memberi pengaruh pada keberhasilan kegiatan kultur jaringan. Penanganannya
ada yang mudah dan adapula yang sangat sulit. Yang banyak dilakukan dan
dianggap relatif mudah misalnya tanaman wortel, beberapa jenis anggrek, bawang,
tembakau, pisang. Beberapa yang dikenal sulit misalnya mangga, salak, bambu dan
tanaman lain yang umumnya mengandung fenolat tinggi atau bisa juga rendah
kemampuan berdiferensiasi dan rediferensiasinya.
Bahan tanam yang sementara ini umum digunakan dalam kegiatan kultur
jaringan dan sering terbukti dapat tumbuh dan berkembang adalah:
a) Sel, bahan ini biasanya ditanam dalam bentuk suspensi dengan kepadatan
yang telah ditentukan. Paling umum sel-sel ini diambil dari kalus, agar
membentuk agregat kecil atau sel tunggal maka kalus dimasukkan dalam media cair
kemudian disentrifugasi berulang atau bisa juga dengan prosedur enzimatik.
b) Protoplas, bahan ini biasanya juga ditanam dalam bentuk suspensi dengan
kepadatan yang telah ditentukan. Mesofil daun, teras batang, kalus adalah
bagian tanaman yang umum dipakai sebagai sumber propolas. Untuk mendapatkan
suspensi protoplas harus digunakan medium yang mengandung enzim (enzimztic
medium), proses pencucian dengan medium pencuci (washing medium), sentrifugasi
dan kemudian purifikasi.
c) Jaringan meristem, adalah merupakan jaringan tanaman yang terdapat pada
daerah-daerah pertumbuhan. Ciri jaringan ini tersusun oleh sekelompok sel yang
terus menerus membelah, sehingga belum ada spesialisasi bentuk dan fungsi dari
sel-sel yang menyususnnya. Pada derah apikal meristem ada daerah yang sangat
kecil terdiri dari sel-sel yang sangat progresif sebagai titk pertumbuhan dan
dikenal sebagai meristem dome. Meristem ini hanya dapat diisolasi di bawah
mikroskop dan terbukti baik sebagai bahan untuk mendapat tanaman yang bebas
bakteri dan virus.
d) Kalus, adalah merupakan masa sel yang aktivitas pembelahannya tidak
terkendali dan belum terdiferensiasi. Sel-sel ini secara alamiah muncul dan
tumbuh akaibat proses perlakuaan atau akibat perlakuan tertentu dalam kultur
jaringan. Bahan ini sangat potensial untuk digunakan dalam berbagai kegiatan
kultur lanjutan.
e) Organ, bahan ini adalah bahan yang paling umum digunakan dalam kegiatan
kultur jaringan. Bahan ini meliputi: daun, batang, akar, biji, tunas, embrio,
anther, kepala sari, dan lain sebagainya. Bahan-bahan ini ada yang memang langsung
digunakan untuk mendapatkan produk yang diinginkan tetapi ada juga yang hanya
digunakan sebagai bahan kultur awal sehingga hanya sebagai jalan untuk
mendapatkan organ juvenil, atau kalus yang umumnya relatif bersifat
meristematik dan steril.
2) Budidaya yang terkendali.
Sifat bahan yang totipotensi saja tidak cukup intuk kesuksesan kegiatan
kultur jaringan. Keadaan media tempat tumbuh, lingkungan yang mempengaruhinya
(kelembaban, temperatur, cahaya) serta keharusan sterilitas adalah hal mutlak
yang harus terkendali.
Konsep dasar yang kedua ini harus difahami benar. Informasi mengenai
kultur yang akan dilakukan harus banyak dicari. Mulai dari media dasar apa yang
digunakan, perlu modifikasi atau tidak, bagaimana komponen dan takaran vitamin
yang ditambahkan, mau padat atau cair, akan ada perlakuan hormon atau tidak,
berapa konsentrasi yang digunakan, hormon tunggal atau kombinasi, berapa pH
media, seberapa banyak akan dibuat dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan
seperti ini layak dilakukan dan harus dicari jawabannya sebelum melangkah pada
kegiatan teknisnya.
Agar pengaruh lingkungan terkendali maka harus ditentukan bagaimana
pencahayaan yang diperlukan, baik dari intensitas maupun periodisasi
pencahayaannya. Pastikan dan catat fluktuasi perubahan temperatur ruangan
kultur, sesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Pada
laboratorium-laboratorium yang maju pengadaan generator untuk mengantisipasi
terjadinya gangguan aliran listrik umumnya sangat prioritas. Sedangkan untuk
menjamin sterilitaskegiatan kultur jaringan yang terdiri dari sterilitas bahan
tanam, media tanam, alat-alat, ruang tabur, laminar air flow, ruang inkubator,
ruang kultur dan lain-lain dilakukan secara spesifik.
Untuk bahan tanam umumnya sterilisasi dilakukan dengan menggunakan bahan
kimia misalnya: alkohol, kalsium hipoklorit, Natrium hipoklorit, Hidrogen
peroksida, Merkuri klorid, Fungisida, Bakterisida, Betadin, Bayclin.
Konsentrasi yang digunakan dan lamanya perendaman antara satu dengan yang
alinnya berbeda-beda, ada yang digunakan pada konsentrasi yang rendah
karena sangat beracun (mercury clorid) hanya diperlukan 0,1-0,2 persen dengan
lama perendaman 10-20 menit. Sedangkan alkohol yang diperlukan
berkonsentrasi 70 % dan lama perendamannya hanya ½ hingga 1 menit saja. Namun
demikian penentuan sterilan, konsentrasi dan lamanya perendaman ditentukan oleh
keadaan dari bahan tanam. Seringkali diperlukan kajian tersendiri untuk dapat
menentukan bahan sterilan, konsentrasi dan lamanya perendaman. Tahapan ini
penting menjadi perhatian karena kecorobohan akan membawa keadaan bahan tanam
tidak steril atau rusak hingga tidak tumbuh.
Untuk sterilisasi peralatan dan media yang hendak dipakai biasanya
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Autoclave. Alat ini
bekerja atas dasar temperatur dan tekanan. Ada yang kerjanya menggunakan
listrik dan ada pula yang menggunakan kompor gas. Temperatur yang digunakan
untuk sterilisasi adalah 121о C dengan tekanan antara 15 – 18 psi
(pounds per squar inch) selama 15 menit. Sedangkan sterilisasi ruang
transfer/penabur, ruang inkubasi, ruang kultur umumnya dilakukan dengan
menggunakan sinar ultra violet. Khusus untuk laminar air flow biasanya sebelum
penggunaan dibersihkan dengan alkohol 70 % kemudian lampu ultra violet
dinyalakan selama 1 – 2 jam.
Perpaduan prinsip bahan tanam yang totipoten dan budidaya yang
terkendali harus pula diimbangi penguasaan teknik prosedur kerja yang baik.
Kehati-hatian, kecermatan, kketekunan dan usaha preventif menjaga kemungkinan
terjadinya kontaminasi adalah sikap yang sangat penting dikembangkan dalam
kegiatan ini.
D. Tipe-Tipe Kultur Jaringan
Dalam
pelaksanaannya teknik kultur jaringan dijumpai beberapa tipe sebagai berikut:
1. Kultur biji (seed culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya
menggunakan biji atau seedling
2. Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya
menggunakan organ seperti; ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian
daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll
3. Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan
jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai eksplannya.
4. Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan
media cair dengan pengecokan yang terus menerus menggunakan shaker dan
menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan
yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
5. Kultur protoplasma, eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas
bagian dindingnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media
padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur
protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi
dua protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik)
6. Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif
tanaman yakni: kepala sari/anther (kultur anther/kultur mikrospora),
tepungsari/pollen (kultur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat
dihasilkan tanaman haploid.
Kultur in vitro memiliki peranan yang sangat penting untuk
mendapatkan hasil-hasil yang tidak mungkin dicapai melalui kultur in vivo.
Berikut ini disajikan aplikasi sejumlah metode kultur jaringan beserta tujuan
dari aplikasi tersebut sebagaimana diuraikan oleh Pierik 1997 (dalam
Zulkarnain, 2009).
Beberapa tipe kultur dan tujuannya berdasarkan macam jaringan atau organ
yang digunakan
Tipe Kultur
|
Tujuan
|
Kultur embrio
|
- Mempersingkat siklus pemuliaan tanaman
- Mengatasi aborsi embrio
- Mengatasi inkompatibilitas
- Sebagai sumber pembentukan kalusw
|
Kultur biji anggrek
|
- Mempersingkat siklus pemuliaan
- Menggantikan simbiosis (mikoriza)
- Meniadakan kompetisi dengan mikroorganisme lain
|
Kultur meristem
|
- Eliminasi
patogen (virus, cendawan, dan bakteri)
- Perbanayakan
vegetatif pada anggrek melalui protocorm-like bodies (plb)
- Perbanyakan
klon tanaman selain anggrek
- Penyimpanan
tanaman bebas penyakit
- Pengangkutan
fotosintat
- Koleksi
plasma nutfah
|
Kultur tunas dan buku tunggal
|
- Perbanyakan
anggrek
- Percabangan
aksilar sebagai sarana perbanyakan klon tanaman
- Kreopreservasi untuk membuat bank gen
|
Kultur eksplan tanpa buku
|
- Pembentukan
organ vegetatif untuk perbanyakan klon tanaman
- Mendapatkan
tanaman bebas penyakit
- Isolasi
mutan
- Mengatasi
masalah kimera
- Mendapatkan
poliploidi
|
Kultur kalus dan suspensi sel
|
- Perbanyakan
klon tanaman melalui pembentukan organ dan embrio
- Regenerasi
varian-varian genetika
- Mendapatkan
tanaman bebas virus
- Sebagai
sumber untuk produksi protoplas
- Sebagai
bahan awal untukkreopreservasi
- Produksi
metabolit sekunder
- Biotransformasi
|
Kultur anthera dan mikrospora
|
- Produksi
tanaman haploid dan mendapatkan tanaman homozigot
- Sebagai titik
awal untuk induksi mutasi
- Mendapatkan
tanaman mandul yang semuanya berjenis kelamin jantan
- Sebagai
sarana manipulasi genetika
- Melakukan
pemuliaan pada tingkat ploidi yang rendah
|
Kultur ovul
|
- Mengatasi
inkompatibilitas
- Mengatasi
absisi bunga yang terlalu dini
- Mendapatkan
pembuahan secara in vitro
|
Kultur protoplas
|
- Hibridisasi
somatik (melalui fusi protoplas)
- Penciptaan
hibrida sel (cybrid)
- Pencangkokan
inti, kromosom dan organel-organel sel
- Penelitian
transformasi
- Regenerasi
varian-varian genetika
|
Kultur sel, jaringan dan organ
|
Sebagai sarana pada penelitian penyakit tanaman:
- Penetrasi dan replikasi virus
- Kultur
parasit obligat
- Interaksi
inang-parasit
- Kultur
nematoda (kultur potongan akar)
- Pengujian
fitotoksin
- Penelitian
pembentukan nodul
Sebagai sarana pada penelitian fisiologi tanaman:
- Penelitian siklus sel
- Metabolisme tanaman
- Penelitian nutrisi
- Penelitian morfogenetik dan perkembangan
|
BAB III
KESIMPULAN
a. Kultur sel dan jaringan merupakan budidaya dan jaringan adalah
sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Kultur yang berasal
dari sel-sel yang terdispersi yang diambil dari jaringan asalnya, dari kultur
primer, atau dari cell line atau cell strain secara enzimatik,
mekanik, atau disagregasi kimiawi.
b. Kultur jaringan (tissue culture) pertama kali digunakan pada awal
abad 20 sebagai suatu metode untuk mempelajari perilaku sel hewan yang bebas
dari pengaruh variasi sistemik yang dapat timbul saat hewan dalam keadaan
homeostasis ataupun dalam pengaruh percobaan atau perlakuan. Kultur sel dan
jaringan hingga saat ini tetap berkembang.
c. Kultur pada hewan yang dapat digunakan adalah dengan kultur sel, jaringan,
dan organ. Kultur jaringan termasuk ke dalam jenis perkembangbiakan vegetatif.
d. Manfaat dari kultur sel dan jaringan adalah a)
eksplan yang dibutuhkan hanya sedikit dan dapat diambil dari seluruh bagian
tumbuhan, b) sifat genetik yang dihasilkan tetap, sehingga dapat digunakan
dalam pelestarian plasma mutasi, c) tidak bergantung pada musim (pada
tumbuhan), d) dapat waktu singkat dapat diperoleh bibit unggul yang banyak, e)
diperoleh bibit yang bebas virus dan penyakit, f) dapat menghasilkan metabolis
sekunder, f) Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah, g) dalam proses
pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya.
e. Penerapan teknologi kultur sel dan jaringan antara lain dapat digunakan
sebagai sumber biopestisida dan pengobatan penyakit.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Kultur Jaringan (online), (http://ennotech.blogspot.com,
diakses tanggal 26 April 2010).
Achmad, Tri Hanggono. 2008. Satu Abad Kultur
Sel dan Jaringan: Perkembangan Teknologi dan Implementasinya, (Online),
Vol.40, No.3, (http://www.mkb-online.org.htm, diakses tanggal 8 Februari 2010).
Haruna. 2009. Totipotensi dan Kultur Jaringan (online),
(http://curhat-coret.blogspot.com, diakses tanggal 10 April 2010).
Hendaryono, Daisy P. Sriyanti. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Jusuf, Ahmad Aulia. 2008. Aspek Dasar Sel Punca Embrionik (Embryonic Stem
Cells) dan Potensi Pengembangannya. Jakarta: makalah tidak diterbitkan.
Katuuk, Jeanette R.P. 1989. Tekhnik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi
Tanaman. Jakarta: Depdikbud.
Leavingbio, 2010. Cell Diversity (online), (http://leavingbio.net,
diakses tanggal 28 April 2010).
Listyorini, Dwi. 2001. Kultur Jaringan Hewan. Malang: FMIPA UM.
Rismaka. 2009. Kultur Sel Sebagai Teknik Pengobatan di Masa Depan
(Online), (http://okebanget.net, diakses tanggal 28 April 2010).
Wikipedia. 2010. Kultur Jaringan (online), (http://id.wikipedia.org,
diakses tanggal 10 April 2010).